Hari demi hari kulalui pengabdianku dengan penuh suka dan
duka. Dari bekerja di bagian, ikut kerja bersama kuli bangunan, kuliah, dan
yang ga kalah penting yaitu mengajar. Aku teringat saat aku masih santri dulu.
Betapa aku tak bisa membuka mataku selebar-lebarnya saat guru mengajar
pelajaran di kelas. Apalagi jika pelajaran tersebut ku benci dan suasananya
vakum. Tak tahu, Allah memang Maha Berkehendak. Dulu saat ada pelajaran
tarjamah, aku sering terlelap di kelas dan kebanyakan teman-temanku seperti
itu. Tapi, ada hasrat yang menarikku untuk bangun. Meskipun hasrat itu lemah
tapi sekali dua kali pernah membuatku terbangun di pelajaran Tarjamah ini. Ternyata
rasanya beda mendengarkan penjelasan guru dengan tidur saat guru menjelaskan.
Owh… sebenarnya apa yang membuatku
mengantuk saat belajar di kelas… Kini, di pengabdianku, aku mendapat jam
pelajaran mengajar Tarjamah di kelas 2F Gontor 3. Sungguh, pada awalnya aku
bingung bagaimana metode mengajar tarjamah kepada anak didik yang baik dan benar?
Tapi, aku takkan gentar. Berbagai cara kulakukan agar kelas 2F yang kuajar ini
mau mendengarkan penjelasanku. Walhasil, usahaku sia-sia. Tepat dua hari yang
lalu, aku mengajar Tarjamah. Saat itu banyak sekali kelas 2F yang ramai sendiri
saat aku membuka pintu pertanyaan untuk mereka. “Siapa yang kurang paham arti
dari potongan ayat agar bertanya”, ujarku. Dalam suasana yang agak berisik,
satu persatu bertanya dan aku menulis apa yang mereka pertanyakan di papan
tulis. Papan tulis hampir penuh. Mereka masih tetap ngrumpi sendiri tak
menghiraukan aku yang berdiri di depan.
Saat pintu pertanyaan akan kututup, ternyata yang tadinya
berbincang-bincang sendiri kini telah menelungkupkan kepala mereka di lekukan
tangan mereka dengan meletakkannya di atas meja. Dan tentunya dengan mata
terpejam. Owh.. Amarahku sempat membludak. Sebenarnya masih ada yang ingin
bertanya tapi aku tak menghiraukan mereka yang bertanya karena diriku terliputi
oleh rasa marah. Ada lagi yang bertanya lagi-lagi tak kuhiraukan. Ada lagi dan
tak kuhiraukan lagi sampai aku selesai menulis di papan tulis. Lalu, kubalikkan
badan menghadap mereka. Baru ketika itu mereka terdiam dan yang tidur semakin
terjun dalam mimpi indah mereka. Mata mereka tertuju padaku dengan mulut
membisu. Suasana kelas tenang sejenak. Semua terdiam seribu bahasa. Kemudian,
aku mulai bicara, “siapa yang ingin bertanya lagi?”. Satu orang mengangkat
tangan lalu pertanyaannya ku tulis di papan tulis begitu seterusnya sampai lima
orang yang bertanya. Lalu kujelskan pelajaran sampai akhir. Kulihat wajah-wajah
mereka yang masih bangun. Aku… merasa trnyuh melihat wajah mereka yang antusias
memperhatikan penjelasanku. Rasa trenyuhku juga disebabkan karena mereka seakan
memelas ingin meminta ilmu tapi aku sebagai guru malah mementingkan amarahnya
dan tak menghiraukan mereka. Tapi, rasa itu hanya berlalu sejenak. Aku sempat
ingin menitikkan air mata ketika itu. Semoga mereka tak sadar akan hal ini. Bel
tanda pergantian pelajaran berbunyi. Aku segera menutup pelajaran. Lalu, kuucapkan
salam kepada mereka tapi….. Ketika itu setelah kututup pelajaran, aku berjalan
ke meja guru untuk mengambil buku I’dad dan
Al-qur’anku lalu pergi ke arah pintu sembari mengucapkan salam. Tak tahu
mereka mendengar salamku atau tidak yang jelas saat itu yang menjawab salamku
sangat sedikit sekali. Di luar kelas rasa sesalku semakin menjadi-jadi… Ya
Allah.. aku bingung bagaimana cara mendidik mereka… berikan petunjukMu ya Allah……
uneg-unegmu kok melas emen se raaajih,,saakene rek!!!!
BalasHapuslagi-lagi aku harus bilang"SABAAAAAR"
Makasih buannyaakk.....
HapusAlhamdulillah, Mas Rajih sudah pengabdian ya, anakku sekarang baru kelas 1. yang aku angan2, betapa senangnya orang tua punya anak yang sudah pengabdian, melihat perjuangan anak2 kelas 1 yang begitu berat, mengubah kebiasaan lama dan adaptasi terhadap lingkungan pondok. Harapanku semoga anak2ku bisa bisa menyelesaikan pendidikan di pondok gontor ini dengan baik
BalasHapusIya.. semoga bisa melaluinya.. Aamiin... :)
Hapus