IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Dua Hari Penuh Makna

Selasa kemarin, aku, ayah dan keempat adikku pergi ke rumah saudara-saudara dari almarhumah ibu di daerah Tuban dan sempat juga ke saudara-saudara ayah di Lamongan. Usai berkunjung ke tetangga-tetangga, kami segera mempersiapkan barang-barang yang dibutuhkan untuk pergi ke Tuban. Tepat pukul 11, kami berangkat setelah sebelumnya berpamitan dengan nenek dan saudara-saudara yang mudik ke rumah nenek sekaligus meminta do'a agar kami selamat sampai tujuan. Suatu kesyukuran bahwa Kijang L300 kami mampu memberi kenyamanan selama di perjalanan (sorry, bukan promosi).

Tepat seperti dugaan kami, jalan ke arah Kota Batu lumayan macet. Dengan segera kami memutar haluan menuju Karanglo untuk melewati jalur menuju Surabaya. Hal yang tak diharapkan terjadi. Ternyata di Singosari lebih macet daripada Batu. Baiklah, sekali lagi kami memutar haluan dan menuju Jalur Kota Batu. Alhamdulillah, Jalur Kota Batu memang macet tapi bisa merambat sedikit demi sedikit. Perjalanan mulai lancar setelah keluar jalur daerah BNS dan Jatim Park. Memang banyak wisatawan yang ingin refreshing di tempat-tempat ini. Maklum hari lebaran. Pukul 13.15, kami bersantap siang di Warung Amanah. Warung yang sering kami kunjungi saat almarhumah ibu masih ada.

Perjalanan berlanjut. Kami melewati Jombang karena ada jalur menuju Babat dan Tuban. Maksud kami, agar kami bisa berkunjung di rumah saudara yang ada di Babat. Alhamdulillah, pukul 17.00 kami tiba di rumah saudara Babat. Suatu kesyukuran pula mereka sehat wal afiat. Saudara yang ini adalah kakak dari almarhumah ibuku tapi beda ibu. Tetap kami memanggilnya pakdhe. Pakdhe Uce atau Pakdhe Yono. Kebetulan Pakdhe juga sudah meninggal beberapa tahun yang lalu sehingga hanya tinggal Budhe Kis dan ketiga anaknya. Suatu kebetulan pula anak sulung Budhe Kis seumuran dengan saya, namanya mbak Lisa yang sebentar lagi akan menyelesaikan studinya di akademi keperawatan. Saat itu, adik-adik mbak lisa di dalam kamar dan kami tidak melihatnya. Saat itu, terlihat bagaimana Allah SWT memuliakan kehidupan Budhe Kis. Meskipun almarhum pakdhe telah tiada, namun Budhe Kis tetap tegar dan kuat. Allah memudahkan dalam berbagai hal terutama perekonomian keluarga. Pukul 18.30, kami berpamitan dan melanjutkan perjalanan ke saudara-saudara di Tuban.

Sesampainya di Tuban, seperti biasa, di kanan kiri jalan kami melihat banyak orang menjual minuman khas yang bernama "Legen" dan buah siwalan. Menjadi memori tersendiri bagi kami saat berkunjung ke Tuban beberapa tahun lalu dan almarhumah masih ada. Bukan berarti aku menyesali kepergian beliau, hanya saja sewajarnya manusia pasti pernah terlintas memori-memori indah bersama keluarganya. Awalnya kami segera menuju alun-alun untuk menikmati makan malam nasi cumi-cumi. Tapi, berhubung takut kemalaman, kami segera ke rumah saudara-saudara terlebih dahulu.

Alhamdulillah, saudara-saudara kami di Tuban, tepatnya di Karang Pucang, sehat wal afiat semua. Saudara-saudara kami tinggal sekomplek. Saudara tertua sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Kami menyebut beliau Mbah Pakdhe. Selain Mbah Pakdhe, ada Mbah2 yang masih ada. Mereka adalah Bulik dan Paklik dari almarhumah Ibuku maka itu kami memanggilnya Mbah, yang alhamdulillah masih ada. Di sini, aku teringat saat aku masih duduk di bangku kelas 2 SD. Dulu, kami sekeluarga sempat hijrah dari Malang ke Tuban, tepatnya tinggal serumah dengan Almarhum Mbah Pakdhe selama sebulan. Aku melanjutkan studiku di SDN Ronggomulyo 1 yang jaraknya tak jauh dari rumah. Tak disangka, kebetulan, ada dua orang putri dari Mbah Bulik yang sekolah di sini juga.

Yang pertama yaitu, Mbak Ari yang juga telah mendahului kami beberapa tahun lalu karena pendarahan saat melahirkan. Mbak Ari adalah kakak kesayanganku di sana. Saat di sekolah aku sering di ganggu karena keluguanku dan "beler" juga. Saat Mbak Ari melihatku menangis, ia menghiburku dan menemaniku hingga kesedihanku berlarut hilang. Aku tak akan melupakan beliau selamanya. Sungguh terpukul saat aku menginjak kelas 5 di pondok, almarhumah ibuku memberi kabar bahwa Mbak Ari meninggal dunia. Aku sedih. Paling tidak aku ingin melihat Mbak Ari untuk terakhir kalinya namun apa daya karena situasi yang tidak memungkinkan. Yang kedua yaitu, Mbak Ira. Mbak Ira seumuran denganku sama seperti Mbak Lisa putri Budhe Kis. Mbak Ira dulu jarang menemaniku saat di kelas. Maklum karena temannya banyak dan aku orang baru di SD. Dan kami akhirnya tidak terlalu akrab. Bertahun-tahun berlalu. Saat aku duduk di bangku kelas 4 atau 3 KMI (sorry lupa), kami sempat berkunjung ke saudara tuban. Aku terkejut ternyata Mbak Ira lebih tinggi dan lebih besar dari aku. Waaah... aku menjadi agak minder. Ibu menyuruh untuk ngobrol dan berbagi cerita dengan Mbak Ira tapi aku malu karena aku terlihat seperti anak kecil. Lalu, kami hanya sebatas menyapa saja. Waktu berlanjut. Beberapa waktu lalu kami sempat ke Tuban juga karena ada saudara yang akan menikah, yaitu Mbak Tika. Saat itu, aku bertemu Mbak Ira hanya sejenak bersalaman saja. Aku kembali dibuat terkejut. Mbak Ira berambut panjang dan tingginya lebih pendek sekitar tujuh sentimeter dariku. Hahahaha... lucu sekali. Minderku mungkin hilang, tapi yang muncul saat itu bukan minder lagi tapi sungkan. Selain itu Mbak Ira juga menjadi semakin berparas menarik. Hahahaha... aku selalu ingin tertawa saat mengingat kejadian ini. Usai bersalaman dengan Mbak Ira, kami sekeluarga pulang. Dan kemarin, saat kami ke sana, aku tak menemui Mbak Ira. Hanya sempat melihat fotonya terpampang di rumah. Mbak Ira adalah peserta Duta Pariwisata. Bisa-bisa ngefans aku ke Mbak Ira hahahahaha.....  

Ada satu orang lagi yang aku kurang tahu dia sekolah di SDN Ronggomulyo 1 atau tidak tapi masih terbilang muda. Yaitu Mbak Tika. Tepat setahun lalu Mbak Tika melangsungkan pernikahannya dengan Mas Arda dan saat ini sudah dikaruniai seorang putri. Mbak Tika sama seperti Mbak Ari bagiku. Aku pernah hafalan surat pendek di rumah dengan dipandu Mbak Tika.

Sebenarnya ada juga satu lagi yang ingin aku ceritakan, yaitu Mbak Yuli (Kok perempuan semua ya.. o.O ). Mbak Yuli sudah seperti teman dengan Ibuku meskipun jarak umur mereka lumayan jauh. Dulu, aku sempat diasuh Mbak Yuli hanya saja aku tak ingat. Beliau sangat baik.

Usai berkunjung ke Karang Pucang, kami menuju alun-alun Tuban untuk merasakan kembali nikmatnya Nasi Cumi-cumi yang biasanya selalu kami santap saat berkunjung ke Tuban bersama Ibu. Saat menyantap, kami sangat gembira dan penuh sukacita. Hanya saja rasa pedas nasi cumi-cumi sudah berkurang. Meskipun begitu, kami tetap bersyukur atas karunia Allah SWT karena masih diberi kesempatan seperti ini. Selepas makan malam, kami mencari penginapan. Rencana awal adalah hotel purnama yang terkesan lawas tapi lumayan. Karena kebetulan kamar penuh, kami akhirnya mencari hotel lain. Dapatlah Hotel Dinasty yang juga punya kesan lawas. Setelah check in, kami segera bersih diri, sholat dan istirahat.

*****

Pagi hari menyambut. Kami segera bersiap untuk melanjutkan petualangan kami di Kota yang katanya Kota Wali ini. Sholat Subuh, mandi, ganti baju dan melesat. Kami kembali menuju alun-alun Tuban untuk mencicipi nasi pecel. Ada sedikit perbincangan antara aku dan ayah soal Kota Tuban. Tuban kian lama kian meningkat perekonomiannya semenjak ada dua pabrik semen masuk Kota ini. Dan semakin ramai pula kota ini. Mulai banyak pedagang-pedagang dan penduduk yang membuka warung serta kos-kosan dan kontrakan.

Usai sarapan pecel Tuban, kami menuju rumah kawan-kawan lama ayah. Mereka yang telah membantu ayah kami saat masih muda dulu dalam hal apapun baik materi maupun non materi. Dari kawan-kawan ayah, banyak sekali pelajaran kami dapat untuk selalu mensyukuri hidup, untuk selalu memanfaatkan waktu senggang terlebih harta dan MASA MUDA agar tak menyesal di kemudian hari. 

Kemudian, kami menuju Makam Sunan Bonang. Di perjalanan, kami ditelepon untuk kembali ke Karang Pucang agar makan siang di sana. Sesampainya di Makam Sunan Bonang, kami segera memasuki gerbang dan berjalan menuju area Makam Sunan Bonang. Ada tulisan yang saya buat untuk kunjungan ke Makam Sunan Bonang ini. Tulisan saya bisa dilihat di sini. Kami juga sempat mampir ke Masjid Agung.



Selesai dari makam, kami segera menuju Karang Pucang. Sesampainya di karang pucang, kami segera dipersilahkan untuk makan siang. Karena jarang bertemu, kami masih sungkan meskipun mbah-mbah kami bilang "Nggak usah malu-malu, wong sama mbah sendiri kok". Sebagai kakak pertama, aku memulai untuk mengambil nasi. Aroma masakan mbah benar-benar mengingatkan kami pada masakan almarhumah ibu. Garang asem yang lezat dengan lauk tempe dan tahu. Kami makan sampai kenyang. Kami bersyukur, meskipun ibu kami telah tiada, tapi masih ada saudara-saudara beliau yang mampu mengobati rasa rindu kami. Ayah banyak berbagi cerita tentang ibu kepada mbah-mbah kami. Kami hanya mendengarkan dan sesekali tertawa juga sedih. Memang kemelut hidup tak semudah membalikkan telapak tangan penyelesaiannya. Tepat pukul 10.45 kami berpamitan. Aku masih belum bertemu Mbak Ira saat itu. Sebenarnya aku penasaran dengan Mbak yang satu ini. Tapi, biarlah. Semoga masih ada kesempatan lain waktu untuk bertemu mbak unik ini.

Kami sempat mampir ke daerah Palang. Di sana, kawan-kawan SMA ayah ku sedang berkumpul untuk melepas rindu kawan lama. Keluarga mereka juga tak ketinggalan. Setelah itu, kami melanjutkan ke saudara di lamongan kemudian lanjut ke Malang. Tiba di rumah, kami segera bersih diri, sholat dan istirahat. Banyak sekali pelajaran yang kami dapat. Semoga bermanfaat untuk hari ini, esok dan kemudian hari.

Komentar

Posting Komentar

Komentarin ya! Saya seneng banget kalau dikomentarin. Terima Kasih :)