IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Ke Ponorogo Setelah Sekian Lama

Akhirnya setelah sekian lama, aku mengunjunginya lagi. Tempat aku diasuh oleh Ibu selama bertahun-tahun. Ibu setelah ibu di rumah. Asuhannya benar-benar melengkapi asuhan ibuku. Sungguh sulit menggambarkan tentangnya, yang jelas ini sebuah kesempatan langka karena jarak yang jauh. Betapa tidak, ia berada di Ponorogo sedangkan rumahku di Malang. Hahaha, memang nostalgia rasanya saat bisa bertemu dengannya. "Oh Pondokku, Ibuku", begitulah yang kuingat saat menyanyikan hymne Oh Pondokku selama masih di asuh olehnya.

Well, Dialah Pondok Gontor, Ibuku yang kedua. Sebenarnya tujuanku ke Ponorogo bukan dalam rangka mengunjungi Ibuku ini, tapi bermaksud untuk ta'ziyah karena salah satu teman FDI, Yunda, telah ditinggal oleh ibundanya tercinta menghadap ke rahmatullah hari kamis dini hari. Kabar wafatnya tersebar saat pagi hari. Ceritanya, usai sholat subuh, aku iseng buka smartphone dan aplikasi Whatsapp. Ada yang menggelitik mataku, yaitu kata-kata "Innalillahi wa inna ilaihi roojiun" yang terlihat saat pertama kali membuka whatsapp. Tahu kan, whatsapp bentuknya gimana. Barisan ruang chat yang belum terbuka termasuk grup chat, tapi menampakkan sedikit kalimat awal dari sebuah pesan di setiap ruang chatnya. Nah, kata Innalillahi tersebut, ada di grup alumni FDI. Sintak kubuka ruang grup chat alumni FDI karena penasaran, siapakah gerangan yang telah dipanggil oleh Sang Khalik. Setelah kubaca perlahan, sungguh benar-benar pesan yang mengejutkan. Kami, anak-anak FDI angkatan 2012, tahu persis kalau Ibunya Yunda sedang sakit keras dan dalam proses perjuangan melawan sakit tersebut, pun juga anggota keluarga turut berusaha sekuat tenaga. 

Usai mengetahui kabar wafatnya Ibu Yunda, segera kutelepon Jalil. Sejak awal, Jalil selalu khawatir
Di rumah Yunda. (Dari kiri : Fina, Yunda,
Aku dibelakangnya, Alim, Jalil, Imron)
 dengan kondisi Yunda pun juga kondisi ibunya. Benar saja, setelah kukabari dengan nada perlahan, secara reflek Jalil berteriak histeris "YA ALLAH!". Ia benar-benar kebingungan, terkejut juga meratap sejenak. Kebingungannya bertambah ketika ia teringat jika hari itu adalah jadwal masuk sihft pagi di kantornya. Fix! Kami memutar otak waktu itu untuk mencari cara yang tepat agar bisa segera ta'ziyah ke tempat Yunda dengan tenang. Kami menghubungi teman-teman angkatan 2013 melalui Deni Fatmawati (Ketua 1 FDI 2015-2016 yang kebetulan juga saudara jauhku) bagaimana rencana mereka untuk ta'ziyah ke Yunda. Deni mengatakan kalau anak-anak 2013 sepakat berangkat bersepeda motor bersama teman-teman 2014. Sempat ada usulan travel tapi kami berpikir kalau travel bakal ribet. Yah.. ujung-ujungnya belum ada solusi. Saat jam menunjukkan pukul 06.45, barulah ada sedikit jalan yaitu dengan sewa mobil salah satu teman. Karena tak ada satupun dari kami yang bisa nyetir mobil, maka kami memohon bantuan Imron (teman IMM) untuk menjadi driver mobilnya, kebetulan ini mobilnya Imron juga sama Mas Hendru (teman IMM juga). Mereka berdua aktif di Grab sehingga wajar kalau "pegang mobil". Diputuskanlah, kami berangkat siang itu juga dengan mengajak Alim juga Fina.

Awalnya kami bingung mencari di mana rumah Yunda. Tapi, kami tertolong dengan kekhasan yang
Di depan aula Pondok
dimiliki rumah Yunda, yaitu "PECEL TUMPUK". Ya! Yunda sekeluarga memiliki warung pecel legendari di seantero Ponorogo yaitu "Pecel Tumpuk". Memang, saat kami menanyakan pada orang, "Pak, Pecel Tumpuk di sebelah mana ya?", orang yang kami tanyai segera menunjukkan arah yang jelas dan tepat! Tak sampai sepuluh menit, kami telah menemukan rumah Yunda. Besar dan luas, sangat menggambarkan bentuk bangunan dari warung pecel legendaris, dengan terop bertulisan Pecel Tumpuk di atasnya. Suasana berduka tergambar jelas dengan banyaknya orang bersilaturahim ke rumah itu. Karpet merah yang digelar di ruang depan rumahnya, juga barisan kursi-kursi di halaman rumah, benar-benar menggambarkan suasana kehilangan. Segera fina membuka kaca jendela mobil dan melambaikan tangan pada Yunda yang sedari tadi melihat mobil kami dari dalam rumah yang terbuka sangat lebar. Ternyata teman-teman 2013 dan 2014 masih di sana. Segera Imron memarkirkan mobil, dan Yunda mendatangi mobil kami dengan penuh kegembiraan walau sebenarnya dalam hati tersimpan kesedihan. Sapaan Yunda benar-benar mengejutkan kami. Kami turun satu per satu dan berjalan memasuki rumah, menyalami Ayah Yunda dan segera duduk melingkar bersama teman-teman FDI 2013 2014.

Obrolan kami berlangsung lama hingga Yunda menawarkan kami untuk menginap di rumahnya. Dengan bahasa yang lembut, kami tak ingin merepotkan keluarga yang sedang berduka. Walaupun harus berbincang lama dengannya, akhirnya Yunda merelakan untuk melepas kami. Sebenarnya ia belum merasakan ketegaran dan sangat terhibur dengan kedatangan kami untuk ta'ziyah. Saat kami bersiap untuk beranjak dari rumahnya, raut wajah kesedihan kembali muncul. Well, kami pergi dengan memberikan pesan-pesan padanya untuk tetap bersabar. Untuk menutupi kesedihannya, Yunda menyuruh kami untuk segera pergi dan ia sendiri segera berlari memasuki rumah, merapikan ruang depan yang berkarpet merah, menahan isak tangis, sementara kami berada di dalam mobil, melihatnya dari kejauhan dengan rasa trenyuh namun situasi dan kondisi yang menghalangi kami untuk tak bisa berlama-lama bersua dengannya. Kami harap ia dapat sesegera mungkin untuk tegar.

Bersama Veno di salag satu lukisan
penyemangat ujian santri.
Perjalanan kami berlanjut ke rumah ibuku dan ibu Jalil yang kedua. Dialah yang kuceritakan di awal. Pondok Gontor. Setibanya kami di sana, kami segera sholat dan bersih diri. Kami disambut oleh salah satu kawan kami yaitu Veno atau Qolbuddin Umar Tensatfeno. Masa pengabdiannya di Gontor 1 telah usai dan kini Pondok Al-Muqoddasah yang letaknya tak jauh dari Pondok Gontor 1 menjadi tempat pengadiannya. Kami sempat bernostalgia dengan suasana Pondok saat kamis malam walaupun Fina harus menunggu di dalam mobil karena dia perempuan sehingga cukup kami berlima (bersama Veno) yang bernostalgia dengan keliling pondok. Wajar, karena ini pondok putra. Suasana waktu itu benar-benar menggambarkan aktivitas saat duduk di kelas 5 dan 6 KMI dulu. Rapat wajib kamis malam, bagian koperasi dapur yang menyiapkan makanan untuk keesokan harinya, gedung-gedung yang menjulang tinggi namun tetap sederhana, papan-papan yang dipajang di beberapa sudut pondok berlukiskan kata-kata penyemangat ujian, jadwal ujian yang terampang besar di depan aula, dan yang mengejutkan adalah proses renovasi menara pondok.  

Tak hanya berkeliling, kami juga sempat mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan.

Salah satu neon box bertuliskan
panca jiwa pondok di depan 
gedung Sholihin
Obrolan tentang perkembangan pondok sudah menjadi suatu keniscayaan antara kami hingga akhirnya kami kembali ke bagian penerimaan tamu dan beristirahat setelah sebelumnya berterima kasih pada Veno atas sambutannya yang sangat baik.

Keesokan harinya, kami pergi menuju Malang pagi hari karena kami memiliki urusan masing-masing. Sementara Jalil ada jadwal shift siang di kantornya, Fina harus masuk Lab Sosiologi karena dia laboran, sedangkan aku ada post test di English First sore harinya, entah bagaimana dengan Alim dan Imron, hanya saja yang jelas bagi Imron adalah istirahat karena ia menyetir untuk perjalanan jauh pulang pergi. 

Komentar

Posting Komentar

Komentarin ya! Saya seneng banget kalau dikomentarin. Terima Kasih :)