Tadi malam, aku melakukan hal yang tak bisa dimaafkan untuk seorang kakak. Bagiku, itu sangat tak pantas. Meskipun tak sengaja, tapi, karena perlakuanku yang kurang sabar, akhirnya ada bagian dari tubuh adik bungsuku tersakiti. Seketika ia menangis keras, dan secara reflek, kugendong dia dan menenangkannya, sembari menghibur dan berkali-kali mengelus bagian yang sakit sembari melontarkan perkataan, "sembuh sembuh.. sembuh sembuuh", beserta nada seperti seakan menyanyi namun dengan melodi paling spontan. Aku takut, takut jika terjadi apa-apa pada adikku, dan itu semua salahku. Sembari kutenangkan dia, dan menahan air mata yang semakin memaksa untuk mengalir dari mataku, saat itu juga teringat banyaknya dosa-dosaku pada adik-adikku yang lain. Tak satupun dari mereka yang tak pernah kusakiti saat mereka masih kecil. Ya! Oleh seorang kakak pertama dari 7 bersaudara.
Kuakui, semakin berlalunya waktu, hati dan pikiran manusia juga semakin dewasa. Begitu pula denganku. Dulu, saking emosinya pada adik-adikku yang menangis tak henti-hentinya, ditambah umurku juga tak jauh dari mereka serta belum mampu mengontrol kejengkelan, seringkali amarahku terluapkan dengan menyakiti mereka, entah memukul, memaki, dengan tak segan-segan. Tak ada yang kupikirkan selain kepentinganku sendiri. Tak pernah terbesit dalam hati bahwa adikku itu masih belajar, makanya agak jengkelin. Tapi, aku tak peduli. Yang ada malah saling memukul. Keras! Masih segar dalam ingatan bagaimana aku memukul adik-adikku karena mereka memukuliku dengan mainan mereka. Saling menyalahkan, bersaing dengan cara tak baik, dan maish banyak lagi.
Semakin lama, adikku semakin banyak. Aku semakin belajar arti bagaimana menjadi seorang kakak. Sangat perlu berkorban, bersabar, berusaha untuk inisiatif, memberi contoh, terlebih anak petama. Bahkan aku bisa jadi contoh utama bagi mereka. Jika ingin kutulis dosa-dosaku secara terperinci, lebih baik kusampaikan saja kepada Yang Maha Kuasa. Semoga Tuhan mengampuni, dan semoga adik-adikku semua baik-baik saja.
Aku ternyata masih perlu belajar untuk bersabar. Yang perlu kuingat adalah bahwa dunia anak-anak berbeda dengan duniaku, dunia orang dewasa. Perilaku mereka seringkali menjengkelkan, namun, apa daya wong mereka kan anak-anak. Punya rasa ingin tahu yang tinggi. Sedang dalam masa aktif-aktifnya, stamina yang kuat dan pertumbuhan kecerdasan mereka. Aku harus sabar. Walaupun seringkali aku menyalahkan diriku sendiri.
Ternyata memang aku belum siap berrumah tangga, apalagi punya anak nanti. Apakah aku bisa bersabar menghadapi tingkah polah anak-anakku nanti yang super lincah? Apakah aku akan marah besar saat mereka menggangguku tatkala aku sedang menyelesaikan pekerjaanku? Aku harus menyiapkan diri. Aku tak ingin anak-anakku nanti menjadi ladnag luapan emosiku. Aku tak mau! Aku tak tega! Mereka masih anak-anak, belum mengerti banyak hal. Kepolosan dan keluguan mereka, jika terkoyak-koyak oleh amarah dariku sebagai orang tua, maka habislah sudah riwayat pertumbuhan emas anakku nanti. Aku tak mau merusak mereka!
Siapapun anda, kakak, atau orang tua, sayangilah adik-adik atau anak-anak anda, atau saudara-saudara anda. Ajarkanlah kebaikan pada mereka agar mereka menjauhi kekerasan, dan mereka nantinya menggunakan pikiran-pikiran yang lebih baik dalam memecahkan solusi daripada harus bertengkar. Berikanlah suguhan-suguhan yang baik untuk tumbuh kembang mereka, karena anak-anak banyak melakukan imitasi atau meniru. Jika kita banyak kekerasan, mereka akan ikut mencontoh kekerasan pula. Bahkan diterapkan di mana-mana. Bisa dari perilaku keseharian, tayangan televisi dan lain-lain.
Aku hanya seorang kakak hina, yang masih berusaha menjadi manusia sabar untuk melihat dan ikut mengantarkan bersama perkembangan diri mereka menuju yang mereka cita-citakan. Aku sangat berharap kami bisa hidup rukun saat kami sudah berkeluarga masing-masing. Aku sayang kalian, adik-adikku.
Untuk Adik-adikku::
Rahmi Rabbani
Dhia Amira
Ashja Sabira
Meiriza Adya Labibah
Akhtar Razana
Umar Ali Abdullah
Kuakui, semakin berlalunya waktu, hati dan pikiran manusia juga semakin dewasa. Begitu pula denganku. Dulu, saking emosinya pada adik-adikku yang menangis tak henti-hentinya, ditambah umurku juga tak jauh dari mereka serta belum mampu mengontrol kejengkelan, seringkali amarahku terluapkan dengan menyakiti mereka, entah memukul, memaki, dengan tak segan-segan. Tak ada yang kupikirkan selain kepentinganku sendiri. Tak pernah terbesit dalam hati bahwa adikku itu masih belajar, makanya agak jengkelin. Tapi, aku tak peduli. Yang ada malah saling memukul. Keras! Masih segar dalam ingatan bagaimana aku memukul adik-adikku karena mereka memukuliku dengan mainan mereka. Saling menyalahkan, bersaing dengan cara tak baik, dan maish banyak lagi.
Semakin lama, adikku semakin banyak. Aku semakin belajar arti bagaimana menjadi seorang kakak. Sangat perlu berkorban, bersabar, berusaha untuk inisiatif, memberi contoh, terlebih anak petama. Bahkan aku bisa jadi contoh utama bagi mereka. Jika ingin kutulis dosa-dosaku secara terperinci, lebih baik kusampaikan saja kepada Yang Maha Kuasa. Semoga Tuhan mengampuni, dan semoga adik-adikku semua baik-baik saja.
Aku ternyata masih perlu belajar untuk bersabar. Yang perlu kuingat adalah bahwa dunia anak-anak berbeda dengan duniaku, dunia orang dewasa. Perilaku mereka seringkali menjengkelkan, namun, apa daya wong mereka kan anak-anak. Punya rasa ingin tahu yang tinggi. Sedang dalam masa aktif-aktifnya, stamina yang kuat dan pertumbuhan kecerdasan mereka. Aku harus sabar. Walaupun seringkali aku menyalahkan diriku sendiri.
Ternyata memang aku belum siap berrumah tangga, apalagi punya anak nanti. Apakah aku bisa bersabar menghadapi tingkah polah anak-anakku nanti yang super lincah? Apakah aku akan marah besar saat mereka menggangguku tatkala aku sedang menyelesaikan pekerjaanku? Aku harus menyiapkan diri. Aku tak ingin anak-anakku nanti menjadi ladnag luapan emosiku. Aku tak mau! Aku tak tega! Mereka masih anak-anak, belum mengerti banyak hal. Kepolosan dan keluguan mereka, jika terkoyak-koyak oleh amarah dariku sebagai orang tua, maka habislah sudah riwayat pertumbuhan emas anakku nanti. Aku tak mau merusak mereka!
Siapapun anda, kakak, atau orang tua, sayangilah adik-adik atau anak-anak anda, atau saudara-saudara anda. Ajarkanlah kebaikan pada mereka agar mereka menjauhi kekerasan, dan mereka nantinya menggunakan pikiran-pikiran yang lebih baik dalam memecahkan solusi daripada harus bertengkar. Berikanlah suguhan-suguhan yang baik untuk tumbuh kembang mereka, karena anak-anak banyak melakukan imitasi atau meniru. Jika kita banyak kekerasan, mereka akan ikut mencontoh kekerasan pula. Bahkan diterapkan di mana-mana. Bisa dari perilaku keseharian, tayangan televisi dan lain-lain.
Aku hanya seorang kakak hina, yang masih berusaha menjadi manusia sabar untuk melihat dan ikut mengantarkan bersama perkembangan diri mereka menuju yang mereka cita-citakan. Aku sangat berharap kami bisa hidup rukun saat kami sudah berkeluarga masing-masing. Aku sayang kalian, adik-adikku.
Untuk Adik-adikku::
Rahmi Rabbani
Dhia Amira
Ashja Sabira
Meiriza Adya Labibah
Akhtar Razana
Umar Ali Abdullah
Komentar
Posting Komentar
Komentarin ya! Saya seneng banget kalau dikomentarin. Terima Kasih :)