Emang bener, ini menandakan kalau aku naik pesawat Malaysia Airnlines. Biasanya dapet in-flight meals, termasuk 2 bungkus snack kecil sama air mineral ini. Karena nggak habis, ya kumasukin tas. Ini kufoto waktu naik kereta menuju Yogyakarta setelah turun di Bandara Soekarno-Hatta. Perjalanan yang kulakukan di awal bulan Desember ini bener-bener memberikan pelajaran dan semakin mengenal diri sendiri.
Ceritanya, aku ketinggalan pesawat saat berangkat ke Indonesia dari Penang.
Aku masih belum terbiasa dengan ritme keberangkatan pesawat, sehingga waktu itu aku berangkat dari asrama Universiti Sains Malaysia ke bandara Internasional Penang 40 menit sebelum keberangkatan pesawat. Tak terbesit di pikiranku bahwa kewajibanku sebelum melakukan flight adalah hadir di bandara dan cetak tiket SATU JAM sebelum keberangkatan. Benar-benar lalai waktu itu. Bagiku waktu itu, yang super panik, keberangkatan pesawat sama halnya dengan keberangkatan kereta api di Indonesia. Tepat 15 menit sebelum jadwal keberangkatan, aku tiba dan menuju loket. Alhasil, aku ditegur karena terlambat. Yup! Hangus sudah tiketku. Apalagi ini kan connecting flight.
Aku tak habis akal. Kucoba menanyakan ke meja informasi. Penerbanganku adalah penerbangan tersambung dari Penang ke KL, lalu KL ke Jakarta. Terpikir olehku untuk menanyakan apakah aku bisa melanjutkan connecting flights ku ini dari KL. Dulunya, aku sempat tertinggal connecting trains di Indonesia, dengan 1 kali transit. Contohnya, aku mau ke jakarta. Tapi keretanya berangkat dari Solo ke Yogyakarta, lalu transit di Yogyakarta 3 jam, baru berangkat dari Yogyakarta ke Jakarta. Aku tertinggal kereta dari Solo ke Yogyakarta. Akhirnya aku membeli tiket kereta baru untuk ke Yogyakarta. Namun, aku masih bisa ikut kereta Yogyakarta ke Jakarta yang sudah kupesan dalam serangkaian connecting trains itu tadi. Aku beli tiket di Traveloka waktu itu. Di aplikasi menunjukkan ada connecting trains. Kupikir, hal ini juga berlaku di penerbangan secara umum, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Setelah kutanya, katanya sih bisa. Aku tinggal terbang ke KL dengan pesan tiket pesawat baru. Akhirnya, terbanglah gue ke KL malam itu.
Tiba di KL, aku menuju hall paling atas yang khusus untuk persiapan keberangkatan. Loket-loket pada tutup. Nggak ada yang bisa kutuju selain meja informasi. Info dari meja informasi, aku perlu ke loket tiket Malaysia Airlines. Kutunggulah loketnya buka sampai pukul 5 pagi waktu Malaysia. Karena antre nya panjang, aku coba iseng ke loket untuk cetak tiket (yang tempat untuk cetak tiket plus nunjukin paspor sama mau naruh bagasi itu). Kutanyakan apakah aku bisa naik pesawat dengan pesawat pesananku apa ngga. Jawabannya mengejutkan!
Ternyata sejak awal tiketku sudah hangus akrena keterlambatanku di penang. Wuih! Duit sejuta lebih terbuang sia-sia. Karena sudah terlanjur di KL dan sudah pesan tiket pulang dari Indonesia, mau nggak mau ya aku harus pesan tiket ke Indonesia, mikir-mikir juga buat kubatalin. Belilah aku tiket Malaysia Airlines yang baru, setara harga sejutaan lebih, bayar pakai Ringgit Malaysia. Ya Allah. Pelajaran berharga banget. Jadi, kalau naik pesawat, lebih baik nunggu daripada buru-buru. Pesan ayahku mah gini mulu dari dulu sebelum aku flight. Aku denger dan inget, tapi kalau mepet-mepet aku sering kelupaan. Fyi, aku pesen tiket di Traveloka itu sore tanggal 5. Sebenernya bisa pesan jam 2 siang waktu Malaysia, tapi karena aku dan temanku (Rita Widiastutik. Dia ngebantu buat nyari tiket juga karena orangnya perhitungan banget soal duit, jadi lumayan buat ngasih saran) nyarinya lumayan lama, jadilah aku pesan tiket di pukul 5 p.m. waktu malaysia. Pulang ke asrama, kepalaku pusing dan tertidur. Andai aku sigap, meskipun pusing, aku harus siap-siap dan segera berangkat ke bandara. Eh ini malah merem. Hahaha.
Itu cerita konyol soal ketinggalan pesawat. Nggak menarik sih, tapi semoga memberi pelajaran. Aku lega bisa cerita kayak gini. Blogku kan nggak banyak yang baca, jadi asyik-asyik aja aku cerita hahaha.
Bagaimana dengan pikiran Irrasional?
Ini berkaitan dengan tujuanku balik ke Indonesia. Aku sempat diskusi panjang dengan Widi (Panggilan Rita Widiastutik) tentang apakah aku perlu kembali ke Indonesia atau tidak. Waktu itu ada yang membingungkanku. Ini agak rumit. Sebelum ke Malaysia, aku sudah memiliki Visa Single Entry. Setelah memasuki bandara KL, aku mendapat stempel dari imigrasi dan bertuliskan keterangan untuk melapor ke bandara Penang sebelum 18 Desember. Waktu yang diberikan untuk report adalah sebulan, padahal Visa Single Entry adalah 3 bulan. Artinya aku diberikan waktu sebulan sampai Visa Pelajarku keluar. Kalau visa pelajar, masa berlakunya sampai akhir masa studi. Agak bingung kan. Semacam ketumpuk sih antara power visa single entry dan izin dari imigrasi. Biar nggak bingung, aku memutuskan untuk pulang ke Indonesia aja setelah visa pelajarku keluar. Tanggal 5, visanya keluar.
Keluarnya visaku ini cepet banget. Kuberitahu Widi dan dia cukup terkejut. Kata Widi, selain melapor, aku juga perlu kembali ke Indonesia agar bisa masuk wilayah malaysia dengan visa student malaysia. Ribet sih emang. Setelah nemu harga paling murah, pesan lah. Ternyata alhasil percuma. harusnya aku pesan pesawat direct Penang ke Indonesia, bukan yang transit seperti kuceritakan di atas. Kalau transit KL, jatuhnya ntar penerbangan domestik kalau Penang ke KL. Jadi yaa nggak jadi report ke imigrasi bandara Penang. Hahaha pokoknya konyol banget dah!
Selain untuk report dan ngikutin saran Widi untuk balik ke Indonesia biar istilahnya menghapus power dari visa single entry sama izin sebulan dari imigrasi bandara KL itu, aku juga menghadiri nikahan temanku. Inilah irrasionalnya. Entah bagaimana masyarakat memandang, bagiku kalau sudah diundang, ya kuusahakan untuk datang. Meskipun nggak semua sih bisa kudatengin, tapi aku berusaha banget buat dateng. Pernah aku nyetir mobil ke Jombang (Nikahan teman kuliah namanya Sulistyaningsih), ke Surabaya dulu pula pakai Tol Malang-Surabaya buat jemput kawan lamaku Abda Mahrul Fauza. Berdua aja. Pulangnya, Abda perlu untuk tinggal di tempat Sulistyaningsih dulu untuk bantu-bantu, dan aku ke Malang sendiri. Wow! Seru! Masuk dari Tol Jombang, keluar Tol Singosari Malang. Asyik bener! Sensasinya bener-bener menantang! Sampai Singosari, aku mampir SPBU untuk merem bentar. Dalam hati, segini amat ya aku dateng ke nikahan temen. Nggak hanya itu, bahkan ke Mojokerto juga kubela-belain dateng. Ke Blitar, Gresik, mana aja dah. Ini dari Malaysia ke Yogyakarta (Wates lebih tepatnya). Kalau dipikir-pikir ya ini nggak rasional. Buat apa coba. Tapi aku merasa kayak ada sesuatu di balik semua ini. Aku bisa hadir di nikahan mereka itu semacam memberikan nilai positif ke diriku. Meskipun pernikahan kawan dekatku, Ivan Ahsanul Insan dan Nisrina Nabilah, aku belum bisa datang. mau dateng, tapi salah satu kawan dekatku, Jalil, mengatakan, "Sudah jangan dipaksakan. Nggak apa-apa kok". Posisiku masih di Kampung Inggris Pare. Akhirnya dengan berat hati aku memutuskan untuk tidak berangkat, khawatir sampai di lokasi, acara sudah selesai.
Pernikahan Habib Elfikri dan Alviana Nabilah Ziman di Wates, Yogyakarta. Aku hadir bersama Chacha. |
Selain datang ke nikahan yang super unik (karena konsepnya dengan pengajian dan foto bersama, bukan pakai pesta-pesta), aku manfaatkan untuk jalan-jalan. Terima kasih banget untuk Riza Nuzulul Huda (panggilannya Chacha) karena sudah menemani selama di Yogyakarta buat ke sana dan ke sini. Untung dia hafal banget sama Yogyakarta. Keren banget!! Makasih banget!! Semoga kebaikanmu dibalas dengan Puluhan milyar kebaikan. Aamiin..
gue baru baca ini sih. Gila ya kamutuh kadang, aku pernah ketinggalan pesawat jakarta solo aja nyesel banget, itu 300an ribulah. Akhirnya dari bandara ke gambir buat ngejar kereta.
BalasHapusWell, tapi seneng jadi bagian rencana irrasionalmu. Saluut