IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

My Leadership History (1): Gontor dan ITQAN Group

Sebelumnya, saya mohon maaf jika tulisan ini terkesan terlalu melebih-lebihkan. Tidak ada maksud sombong atau merendahkan. Hanya ingin mengabadikan cerita hidup saja.

.....................

Perjalanan belajar menjadi pemimpin sudah saya jalani semenjak di Pondok Gontor. Meskipun di organisasi, baik kepengurusan kepanitiaan maupun menjadi pengurus organisasi, saya selalu diletakkan di posisi Sekretaris, pada akhirnya saya sempat merasakan menjadi pimpinan dalam keredaksian majalah ITQAN Group. Pertimbangan orang-orang meletakkan saya di sekretaris adalah karena saya suka bergelut dengan komputer, dan ini terlihat bahkan semenjak kelas 1 KMI. 

Kelas 1 KMI menjadi awal mula saya diamanahi menjadi Sekretaris Rayon atau Asrama Gedung Baru Sighor (GBS), bisa juga disebut Rayon Aligarh 1 lantai 2. Tugasnya lebih banyak dalam mempersiapkan dokumen-dokumen asrama, meskipun harus menguras banyak waktu, baik untuk belajar, maupun untuk sekedar mencuci baju, bahkan berkorban untuk tidak bertemu orang tua saat beliau menjenguk. Mengingatnya saja membuat hati tersayat dan masih saja saya menyayangkan kesempatan untuk bertemu orang tua saat itu. Karir sebagai Sekretaris Rayon berlanjut di Kelas 2 KMI di Rayon Indonesia 2 lantai 1. Berlanjut juga di Indonesia 1 lantai 2 saat kelas 3, serta Rayon Palestina saat kelas 4. Dalam kepanitiaan seperti PLP (Lomba Pidato), Vocal Group antar rayon, juga diamanahi sebagai sekretaris. 

Banyaknya aktivitas dalam hal kesekretariatan ini lumayan memperluas jaringan saya sendiri. Banyak orang mulai mengenal seorang rajih, dan pasti rajih selalu melekat dengan komputer, meskipun secara prestasi akademik masih saja kurang bagus. Relasi saya mulai terbangun dengan kawan-kawan berprestasi akademik bagus yang sangat dipercaya para Ustadz dalam hal perkomputeran. Mereka sangat terbuka dengan saya meskipun peringkat kelas saya jauh di bawah mereka. Ustadz-ustadz juga mulai menaruh kepercayaan kepada saya juga, meskipun masih dibatasi karena beliau-beliau lebih mempertimbangkan akademik saya yang masih cetek itu.

Di kelas 5, sungguh tidak disangka, ada momen yang tidak terduga. Saat itu, saya sedang menjalani persaingan yang ketat dengan salah satu sahabat saya di ITQAN Group, yaitu M. Yasser Iqbal. Persaingan dalam hal karir. Kami berlomba, siapa kira-kira yang akan diangkat jadi kader ITQAN Group (karena hanya orang-orang tertentu saja yang dipilih oleh staf pengasuhan santri meskipun calon-calonnya jelas diusulkan oleh pengurus ITQAN sendiri, dan kader ITQAN sangat diprioritaskan menjadi Pemimpin Umum dan Pimpinan Redaksi. Baca tentang saya dan ITQAN Group di SINI) serta bersaing untuk dipilih menjadi Sekretaris dalam kepanitiaan agenda besar kelas 5 KMI, yaitu Drama Arena.

Saya dan Yasser sering ke mana-mana bersama, untuk memastikan kami bisa saling menyaingi. Dia juga memang pintar menulis dan memainkan komputer. Terlebih peringkat kelas dia adalah kelas B (kelas B adalah tingkat kelas paling tinggi dalam suatu angkatan), sedangkan saya kelas R. Sungguh, saya adalah manusia yang tidak tahu diri saat itu. Dia diangkat jadi pengurus rayon atau mudabbir, dan saya tidak diberi amanah menjadi pengurus rayon karena belum memenuhi kriteria. Baca selengkapnya tentang pengangkatan pengurus rayon atau mudabbir di SINI. Okey! Tidak apa-apa.

Kembali ke statement saya tentang hal yang tidak terduga di atas. Suatu hari di waktu sore, saat saya berjalan dari masjid bersama Yasser menuju kantor ITQAN, kami melihat dari kejauhan, Ustadz pembimbing kelas 5 dari Staf Pengasuhan Santri, Ustadz M. Mujahid Imaduddin, sedang berkoordinasi bersama orang-orang tertentu. Mereka yang diajak berkoordinasi adalah para sekretaris di kepanitiaan Drama Arena. Orang-orang dengan prestasi akademik yang sangat cemerlang dan ahli dalam komputer serta kesekretariatan. Sebagian besar dari mereka memang satu kelas dengan Yasser. Kami berdua berbisik, "Wah, para sekretaris DA (akronim Drama Arena) diajak berunding nih. Keren! Yang penting, jangan lupa ya, kita bersaing untuk jadi sekretaris DA", bisik Yasser. Saya hanya mengiyakan. Kami meneruskan langkah kami. Tiba-tiba, Ustadz Mujahid memanggil.

"Hai, kamu! Kamu Rajih ya?", ujar beliau. "Na'am Ustadz", jawab saya. Seingkat cerita, ternyata salah satu sekretaris DA mengusulkan untuk menambah personil dan nama sayalah yang muncul. Kok ya kebetulan kami berdua sedang lewat di dekat mereka saat itu. Benar-benar kehendak Allah yang tak disangka-sangka. Tanpa ba bi bu, saya ikut nimbrung rapat koordinasi itu bersama para sekretaris DA dan Ustadz Mujahid. Saat itulah saya resmi menjadi sekretaris di Drama Arena. Agenda yang sangat besar setelah Panggung Gembira karena sangat membawa wajah dari anak-anak kelas 5 KMI. Yasser hanya terdiam lalu ia berlalu menuju kantor ITQAN Group. Jujur saja saya tidak enak hati dengan Yasser. Ia berjalan menuju kantor ITQAN dengan tertunduk lemas. Selepas koordinasi, saya segera ke kantor ITQAN, berjumpa dengan Yasser dan mencoba berdamai dengannya. Yasser sebenarnya sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia hanya bisa menerima kenyataan kalau Dewi Fortuna sedang berada di pihakku. Satu persaingan terselesaikan dengan kemenanganku. Tinggal satu hal lagi, yaitu menjadi Kader ITQAN. Entah siapa yang terpilih.

Hari-hari menuju pemilihan kader instansi, termasuk ITQAN semakin mendekat. Ada tanda-tanda bahwa ternyata pengurus ITQAN saat itu lebih mengharapkan Yasser yang menjadi kader, mengingat prestasi akademiknya lebih bagus, jago menulis, desain, komputer, dan juga retorika. Sedangkan saya, retorika buruk, akademik rendah, tapi saya mungkin bisa laah kalau menulis, walaupun sedikit. Sempat saya temukan berkas pengajuan nama-nama kader di kantor ITQAN. Nama yang diprioritaskan adalah Yasser, Habib dan Sunardi. Sebenarnya, saat itu saya bergumam, "Okelah kalau Yasser jadi kader ITQAN, saya juga percaya dia memang bagus. Paling tidak kita berdua bisa impas". Tapi hasilnya berbeda. Siapa sangka saat pengumuman kader, justru saya dan Taufik Nugroho yang ditunjuk oleh Ustadz Mujahid untuk menjadi kader di ITQAN Group. Bayangkan betapa remuknya hati Yasser. Baca selengkapnya tentang pengangkatan kader ITQAN di SINI.

Menjadi kader inilah titik mulanya saya belajar kepemimpinan dengan mempelajari organisasi serta gaya kepemimpinan para pengurus ITQAN saat itu. Saya akui, saat itu saya masih belum bisa menjadi orang yang tegas, punya kemampuan memahami hal-hal administratif dan juga mekanisme organisasi di ITQAN. Tapi, saya memiliki semangat untuk loyal pada ITQAN, sehingga apapun akan saya berikan. Secara kepribadian juga snagat berbeda dengan Taufik. Dia bisa menjadi tegas, sedangkan saya, sebagaimana orang-orang juga mengkritik juga sejak dulu, saya terlalu cengengas-cengeges (banyak bercandanya) dan plin plan. Saat tiba masanya akan melakukan pergantian pengurus, yang mana pasti saya dan Taufik yang akan melanjutkan untuk menjadi pimpinan tertingginya, antara Pemimpin Umum (PU), atau Pimpinan Redaksi (Pimred), para pengurus ITQAN melakukan rapat tertutup guna menentukan siapa diantara kami berdua yang layak menjadi PU dan siapa yang Pimred. Jelas Pemimpun Umum lebih tinggi dari segalanya, Pimred hanya di bawahnya. Bagi saya waktu itu, hal seperti ini adalah hal yang sangat besar, karena waktu itu saya berpikir bahwa Taufik masih sangat kurang loyal dan kompeten untuk menjadi leader. Tragis! Saya bahkan tidak bisa mengenal diri saya sendiri.

Setelah rapat tertutup yang kami berdua tidak dilibatkan itu, muncullah sebuah keputusan. Para pengurus memilih Taufik untuk menjadi PU, dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Saya lupa. Saya menerima walaupun hati dongkol dan masih saja belum bisa menerima kenyataan kalau Taufik yang akan jadi PU. Rasanya seperti diremehkan habis-habisan, mengingat orang-orang sudah meremehkan saya sejak dulu dengan julukan cupu, bodoh, aneh, childish, dianggap tidak mampu juga. Kalau mengingat ini, rasanya seperti malu pada diri sendiri. Sangat malu. Bahkan sebenarnya saya malu dengan orang-orang di sekitar saya saat itu. Saya kurang dewasa dan kesatria. Alhasil, saat menjadi Pimred, kerjaan saya tuh suka banget ngritik gaya kepemimpinan Taufik sebagai PU, bahkan saat menginjak kelas 6, saya juga masih saja mengkritik Taufik, seakan saya yang paling benar dan paling pantas untuk menjadi PU. Tak jarang saya jarang berkomunikasi hangat dengan dia, dan juga lebih memilih sering tinggal di gudang ITQAN daripada di sekretariat.

Selayaknya manusia, tentu Taufik dongkol. Dengan bijak, ia mencoba menghadapi kekanak-kanakan saya. "Jih! Mungkin aku bukan pemimpin yang sempurna. Kayaknya kamu lebih sempurna deh kalau jadi pemimpin. Daripada kamu kritik aku terus, gimana kalau kita tukeran posisi aja selama seminggu. Aku jadi Pimred, kamu jadi PU, biar kita bisa sama-sama ngerti". Dasar manusia egois ya, saya malah menyepakatinya, bukan merasa tersindir atau terpukul. Pergatian itu bukan pergantian secara organisasional resmi, sehingga pergantiannya hanya secara "seakan-akan" saja. Dia tetaplah PU ITQAN selama seminggu, dan saya tetaplah Pimred, meskipun saya sepakat untuk bertindak sebagai PU selama seminggu dan dia mau jadi pimred. 

Foto bersama pengurus inti ITQAN Group 2011. Dari atas kiri: Kader ITQAN (Iir dan Ikhsan).
Dari bawah kiri: Annas (Sekretaris dan Layouter), Ricky (Bendahara), Taufik (PU), Saya (Pimred) dan Khaledi (Litbang)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Seminggu saya jalani sebagai PU, ternyata, saya tidak sesempurna yang saya pikirkan. Saya sadar kalau jadi PU tidaklah mudah. Setelah kembali bertugas sebagai Pimred, saya jadi agak memadam, meskipun beberapa kali juga masih mengkritik PU. Btw, kawan-kawan pengurus inti tahu akan hal ini. Mungkin saat itu, kawan-kawan tidak terlalu menaruh perhatian lebih, tapi mereka tahu kok. Sungguh ironis. Bagi diri saya yang sekarang, ternyata dulu saya adalah orang yang gila jabatan dan gila hormat. Dalam beberapa hal, akhirnya kawan-kawan pengurus dalam seakan membuat seorang Rajih waktu itu adalah orang yang terpaksa harus mereka hormati, kalau tidak nanti akan menyakiti hatinya. Hal ini membuat saya semakin angkuh dan merasa jadi orang terhormat. Bertindak selayaknya pembina saja di dalam organisasi, padahal prestasinya nol. Mengurus keredaksian majalah saja masih tidak jelas. Andai saya lebih fokus saat itu.

Evaluasinya adalah, saat menjalani kepengurusan ITQAN, saya masih kurang dewasa dalam berorganisasi, serta kurang menjalankan tugas saya dengan baik sebagai Pemimpin Redaksi. Terlalu sibuk mengkritik PU, asyik dengan dunia sendiri, mengutak atik komputer, ngelayout terus bareng Annas dan jarang menulis. Sungguh praktek kepemimpinan yang kurang bagus. Syukurlah saya dapat pelajaran dari proses ini.

Di kelas 6, saya mendapat amanah menjadi Sekretaris lagi untuk acara besar siswa kelas 6 KMI, yaitu Panggung Gembira (PG). Jadi tim inti di Drama Arena saat kelas 5 dan Panggung Gembira saat kelas 6 benar-benar sebuah pengalaman besar buat saya. Tidak semua orang bisa merasakan, mengingat kelas saya juga tidak bagus-bagus amat. Kelas 5R dan kemudian naik ke 6Q. Kepanitiaan di kelas 5 dan 6, termasuk DA dan PG sangat berbeda dengan kepanitiaan di kelas 4 ke bawah, karena diberikan kesempatan untuk merasakan kantor kepanitiaan khusus. Kepanitiaan kelas 5 di Gedung Madani samping masjid, dan kelas 6 di gedung Midlo'ah lantai 2, belakang masjid. Hanya orang-orang tertentu yang bisa merasakan ini dan seakan bisa menjadi karir yang istimewa. Beruntung saya pernah merasakan Gedung Madani dan Gedung Midlo'ah. Uniknya, panitia inti diizinkan untuk tinggal di kantor agar bisa mempersiapkan agenda dengan baik, dan tentu ada kesejahteraan-kesejahteraan tertentu karena para panitia adalah kepercayaan para Ustadz. Tidak jarang ustadz-ustadz membelikan panitia makanan yang tidak biasa. Asyik pokoknya!

Saya pernah diamanahi menjadi sekretaris di Young Star Badminton Club dalam kepengurusannya. Meskipun menjadi sekretaris, saya jarang sekali ikut bermain dengan kawan-kawan yang lain di lapangan. Untungnya kawan-kawan mau memahami kondisi saya yang memang harus mengurus banyak administrasi, tidak hanya Young Star, tapi juga rayon. Saat itu masih kelas 4 KMI.

Bersambung ke My Leadership History (2): Sosiologi dan Forum Diskusi Ilmiah

Komentar